Taman Ria senasib dengan pamor Lapangan Gambir yang juga redup. Dulu, menurut sejarawan Alwi Shahab, Gambir adalah tempat digelarnya pasar malam yang beken, dikenal dengan sebutan Pasar Gambir, yang diadakan khusus untuk memperingati ulang tahun Ratu Belanda Wilhelmina.
"Tempat kuliner, ruang dansa, sampai berbagai kerajinan tangan dari Jawa, ada di sini semua," kata sejarawan Alwi Shahab, Kamis 18 Juni 2015.
Sejak 1921, Pasar Gambir berlangsung setiap tahun. Namun, seiring waktu, Lapangan Gambir berganti nama menjadi Monas (Monumen Nasional). Keramaiannya pindah ke Kemayoran dan berubah menjadi Pekan Raya Jakarta. "Gambir itu berasal dari nama seorang Letnan Zeni Belanda berdarah Prancis bernama Gambier," tutur Alwi.
Pada awal 1800-an, Letnan Gambier ditugaskan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Daendels untuk membuka rawa dan hutan demi perluasan Kota Batavia ke selatan. "Nama Letnan itu diabadikan sebagai nama lapangan yang berhasil dibukanya," kata Alwi, wartawan yang suka menulis artikel tentang sejarah Ibu Kota.
Warga Jakarta, Eti Sumiati, 67 tahun, sempat mengalami kejayaan dua taman bersejarah Taman Ria dan Lapangan Gambir. Ia mengenang Taman Ria sebagai taman yang rindang lengkap dengan pemancingan dan tempat permainan: sepeda air, bom bom car, atau rumah hantu. "Khasnya taman ini adalah tiga lampu warna-warni yang selalu berputar di pintu masuknya," kata Eti, Rabu lalu.
Ia merasa beruntung bisa menikmati taman-taman bersejarah di Ibu Kota. Ihwal kondisi taman di Jakarta saat ini, yang sebagian di antaranya dilengkapi dengan berbagai fasilitas modern, Eti mengaku senang. "Sekarang taman-taman ada Wi-Fi, dan fitness park. Meski tidak semua orang yang berkunjung tahu sejarah dari sebuah taman," kata mantan pegawai negeri itu.
sumber : tempo.co | Foto: Wikipedia
Comments
Post a Comment