Bagi teman-teman yang suka berkunjungi ke kawasan Pondok Indah atau sekitaran Gandaria, pasti pernah melintasi jalan Haji Nawi. Disekitaran jalan itu dikenal beragam aneka kulineran, mulai dari tahu kriuk, bakso, pecel, hingga ayam gepuk. Di sekitaran jalan Haji Nawi, juga tinggal keluarga legenda musik, keluarga Koeswoyo (Koes Bersaudara)
Menurut sejarah, Haji Nawi adalah seorang tokoh masyarakat yang terkenal pada zamannya. Beliau dikenal sebagai juragan tanah di kawasan Gandaria. Dalam sejumlah literatur sejarah, Haji Nawi tercatat lahir pada tahun 1877 dan meninggal 1934. Makamnya saat ini berada di Masjid Nurul Huda yang merupakan tanah wakaf keluarga dan letaknya di Jalan Haji Nawi.
Masjid Nurul Huda, semasa Haji Nawi hidup bisa dibilang menjadi pusat pergerakan Islam di kawasan itu. Tidak sedikit tokoh yang datang berkunjung silaturahmi ke Haji Nawi.
Dalam kehidupan berkeluarga, Haji Nawi memiliki tujuh orang anak dari hasil pernikahannya dengan empat orang istri. Di antaranya, Haji Raya, Haji Zainudin, Haji Pentul, Haji Syaip, Haji Saleh, HJ. Hasanah, dan Hj Fatimah. Semua nama tersebut juga dijadikan sebagai nama jalan.
Ahmad Yani, yang merupakan salah seorang cicit Haji Nawi menceritakan jika Haji Nawi dulunya adalah orang yang sangat dermawan dan murah hati. Walaupun pribadinya tegas dan galak, tapi beliau selalu membantu sesama. Dia mengatakan semua anak Haji Nawi telah ditokohkan. Pada zaman dahulu menurut Ahmad, orang yang ditokohkan adalah orang paling kaya atau jagoan.
"Haji Nawi orangnya dermawan. Kalau orang pinjam uang pasti dikasih. Tapi kalau ada orang pinjem uang untuk ngawinin dia nggak kasih. Kalau duitnya untuk nyekolahin anak atau masukin pesantren anak baru deh dia kasih," kata Ahmad seperti dilansir Merdeka.com di Pesantren Yatim Assa'adah, Radio Dalam, Jakarta.
"Kalau uang untuk sekolah saya kasih. Kamu kenapa anak udah pada perawan nggak kamu siapin uang untuk nikah," lanjut Ahmad sambil tertawa meniru ucapan Haji Nawi.
Hal yang menarik pada zaman itu, Haji Nawi selalu menggunakan kuda untuk mengontrol dari kampung ke kampung. Karena Haji Nawi dikenal begitu perhatian dengan masyarakat sekitar. "Haji Nawi kalau kontrol ke kampung-kampung selalu pakai Kuda warna putih. Karena kan zaman itu belum ada kendaraan. Saya tau dia berkuda dari juru tulisnya, Haji Jadit," kata Ahmad.
Kakek Haji Nawi yakni Haji Jahran (Bek Jahran) juga orang paling terkenal kala itu. Bek Jahran asli dari Cirebon yang masih memegang tradisi Islam yang sangat kental. Konon katanya dia adalah orang kiriman Belanda untuk datang ke Batavia.
Haji Jahran disebut cikal bakal orang Jakarta Selatan, karena keturunannya sudah sangat banyak tersebar di wilayah tersebut. Haji Jahran juga pejuang Gandaria sewaktu dijajah Jepang. Peran keluarga Haji Nawi memang cukup besar untuk masyarakat pada saat itu. Karena sifat keluarganya yang perhatian dan dermawan, tidak sedikit masyarakat yang meminta bantuan.
"Haji Nawi itu tamengnya masyarakat karena dia sering kasih bantuan. Tapi sampai sekarang belum ada yang menulis tentang sejarah Haji Nawi," ungkap Ahmad.
Hingga kini keturunan Haji Nawi sudah sangat banyak dan tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, seperti di Padang, Bekasi, dan beberapa wilayah di Pulau Jawa. [berbagai sumber/DNJ]
Comments
Post a Comment